Wince: Penpop Ceria #2

Selasa, 18 Maret 2014

Penpop Ceria #2

Diposting oleh Winda (윈다) di 21.15

Ok. Setelah dua minggu kemarin gue posting tentang deskripsi pengembangan spasi sekarang gue mau posting hasil tulisan gue yang berupa deskripsi pengembangan waktu. jadi gimana caranya lo nulis deskripsi suatu hal dengan melewati perubahan waktu. kalo yang sekarang objeknya sekelas sama semua yaitu taman melingkar. honestly gue ga ada ide sama sekali mau nulis apa karena gue sibuk melototin skripsweet. akhirnya yaaa .... gue nulis seadanya aja yang ada di otak gue. well gue paling ga suka nulis deskripsi. terlalu datar dan ga gue banget hoho. jadi mikirlah gue gimana caranya supaya bisa bikin deskripsi yang agak gue hoho. dan beginilah hasilnya ....

ps: 'aku' disini bukan gue 100% yaaa. ini hanya sebuah bentuk aku yang gue desain supaya agak memberi warna dalam deskripsi ini hehe


oke tanpa perlu berpanjang lebar inilah penpop gue minggu kedua. 


Rinai-Rinai Senja di Taman Melingkar

Bekas-bekas hujan siang tadi masih terlihat membasahi tanah. Aku sudah duduk disitu, taman melingkar. Basah memang. Tapi pasti tidak sebasah hatiku. Kudengar sahabatku akhirnya punya pacar. Senang sekali pastinya. Aku baru saja putus beberapa bulan lalu sementara dia terus mengoceh mengenai calon pacarnya yang sekarang sudah resmi jadi kekasihnya. Sungguh tidak sensitif, pikirku. Sahabat lain yang selalu kuibaratkan sebagai buku harianku juga punya pacar sekarang dan bahkan temanku yang menjadi garda terdepan dalam komunitas jomblo abadi saat ini sedang mendekati target barony. Ah sudahlah, sepertinya hanya aku yang romantika hidupnya sekelabu sore ini haha. Hujan deras mengguyur kota belimbing sejak siang tadi. Derasnya hujan masih meninggalkan jejak dimana-mana. Warnanya coklat atau merah tanah, lengket dan basah. Kita menyebutnya becekan.  Hal yang paling dibenci para petugas kebersihan gedung.
Hari ini aku duduk sendiri di taman melingkar. Aku harus mengerjakan tugas dan taman melingkar adalah tempat yang paling tepat untuk itu. Sebuah pertanyaan menghampiri benakku. Taman ini tidak berbentuk lingkaran namun kenapa semua orang menyebutnya lingkaran? Taman ini mungkin lebih cocok disebut taman segi tujuh karena terdiri dari tujuh sisi tempat duduk berbentuk terasering yang mengelilingi sebuah ruang kosong yang agak lapang di tengah. Setiap sisinya memiliki 4 lapis terasering. Tepat di tengah taman melingkar yang bentuknya bukan lingkaran ini terdapat dua buah pohon besar. Aku tidak tahu pohon apa itu. Satu hal yang bisa aku pastikan pohon ini bukanlah pohon toge ataupun pohon kaktus. Ya, aku berani bertaruh untuk itu. Pohon yang pertama sepertinya sudah berumur. Batangnya sangat besar. Akupun mungkin tak akan sanggup memeluknya. Pohon yang satunya lebih kecil namun tetap berdiri kokoh di tengah taman melingkar itu. Kedua pohon itu berada dalam pot buatan. Bukan, pot ini bukan seperti pot bunga mawar atau bunga matahari yang biasa ada di rumah-rumah. Pot ini berbentuk bulat, sangat besar, dan terbuat dari semen. Tepat di tengahnya terdapat tanah yang menjadi sumber penghidupan sang pohon. Terlihat seperti pot bukan? Ya, pot raksasa tepatnya.
Ciiiiiii ciiiiiiit ciiiiiit. Tiba-tiba terdengar kicauan merdu seekor burung. Aku tidak tahu burung apa itu. Apa mungkin Mockingjay? Burung yang terkenal lewat film Hunger Games? Entahlah. Bekas hujan belum juga kering tapi disana-sini sudah terlihat orang berkicau dengan semangat. Di sebelah kiriku ada sebelas orang laki-laki yang sedang mengobrol dan bercengkrama. Dua diantara mereka sedang merokok sementara yang lainnya sedang mengobrolkan kisah cinta temannya. Wow! Aku merasa seperti sedang menonton silet! Dua orang laki-laki terlihat di sisi kiri di balik pohon besar yang aku ceritakan sebelumnya. Seorang diantara mereka memakai baju kuning dan jaket hitam serta memegang rokok sedangkan temannya sibuk dengan laptopnya. Jauh di belakang mereka terlihat sepotong gedung yang mengapung di atas air. Aula terapung namanya. Gedung berwarna abu-abu itu tidak terlalu terlihat dari tempat dudukku tapi aku sudah pernah kesana. Tak banyak yang bisa diceritakan dari gedung itu selain fakta bahwa gedung tersebut terdiri dari dua lantai dan biasa digunakan untuk seminar atau rapat besar.
Tepat di seberangku ada sekumpulan laki-laki  yang  juga sedang mengobrol dan … lagi-lagi merokok. Asapnya terlihat tebal menodai sejuknya udara sore hari. Ingin rasanya aku ambil seember air dan menyiramkannya pada mereka. Inilah alasan kenapa seorang teman dari Jerman menyebut Indonesia sebagai surga rokok. Mayoritas dari laki-laki itu memakai baju warna putih. Aku tidak tahu apakah mereka simpatisan partai tertentu atau sama-sama membeli baju sepuluh ribu tiga berwarna putih. Tiga buah sepeda berada tepat di belakang mereka. Dua buah sepeda berwarna hitam dan satu sepeda berwarna biru. Ah, sudah seribu tahun rasanya tidak naik sepeda.
Bagian terbaik dari taman melingkar aku rasa ada di seberangku atau tepat di belakang lokomotif rokok berbaju putih tadi. Banyak yang menyebutnya danau balairung namun berdasarkan yang aku baca danau tersebut bernama danau Kenanga. Seperti halnya musim mangga, danau ini juga memiiki kecantikan yang musiman. Jika Anda beruntung, Anda akan melihat danau itu bersih tanpa sampah dengan sedikit gelombang hasil hembusan angin. Namun, jangan kaget jika suatu saat anda melihat tumpukan plastik, kulit buah hingga bekas botol ada di danau itu. Aku tidak tahu darimana asalnya. Sebuah bangunan besar terlihat megah berdiri di tepi danau. Balairung namanya. Gedung ini adalah gedung serbaguna yang biasa digunakan untuk acara-acara besar di UI. Balairung berwarna abu-abu dan memiliki atap berundak berwarna merah. Sebuah bentuk atap khas Indonesia menurut buku sejarah SDku. Balairung bertambah megah sejak dilengkapi dengan gedung baru yang langsung menjorok ke arah danau. Aku pernah kesana dan dapat aku katakan bahwa pemandangan disana adalah pemandangan terbaik diantara semua tempat yang ada di Universitas Indonesia.
Matahari sore ini seperti jodoh masa depanku. Entah ada dimana dan entah sedang apa. Tak terlihat sedikitpun bentuknya yang bulat berkilau nan indah itu. Mungkin tertutup awan, sisa hujan siang tadi. Perlahan malampun mulai menyapa. Lantunan azan maghrib berkumandang dan angin berhembus memainkan rambutku. Hasil temuan Thomas Alva Edison satu persatu muncul dan menerangi malam. “Hahaha” gelak tawa tiga orang perempuan yang sedang berkumpul di sisi kanan mengagetkanku. Baiklah, hanya aku saja sepertinya yang duduk sendirian disini. Tak ada teman, sahabat apalagi kekasih. Tiba-tiba handphoneku berbunyi. Sebuah pesan dari whatsapp muncul di layar. Aku membuka dan membacanya. Ternyata sebuah pesan bergambar dari grup CEDS, unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang aku ikuti. Sebuah gambar  berupa gabungan dari beberapa foto dengan kata-kata yang cukup menohok muncul di layar handphoneku

“Truk aja punya gandengan. Kok situ nggak?”
“ATM aja bisa bersama, masa kita nggak?”

Terima kasih CEDS, terima kasih banyak looh! Belum habis kesalku tiba-tiba ada yang jatuh di kepalaku. Kontan akupun berteriak. Untungnya bukan burung iseng yang mengeluarkan kotorannya melainkan tetesan air bekas hujan siang tadi. Tak terbayang rasanya harus keramas malam-malam karena terkena kotoran burung. “Ting” sebuah notifikasi muncul di layar laptopku. Apalagi ini? pikirku. Ternyata sebuah notifikasi bahwa laptopku sudah kehabisan energi. Baiklah, sudah waktunya pulang. Akupun mematikan laptop, merapikan barang-barangku dan bergegas pulang dengan sejuta kesal di dada.



Dan happy ending dari cerita ini adalah .... dapet hadiah dari pak Daniel hehe




0 komentar:

Posting Komentar

 

Wince Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review