Here it is ... Another cerpen gagal gue yang dapet nilai jelek dari bapake. Padahal ini uts yang jelas jelas bobotnya ... aaah sedih haha. Tapi ya sudahlah. Teguran juga mungkin untuk ga ngerjain tugas mepet mepet deadlinenya. Ini adalah tulisan tercepat yang gue hasilkan. Hanya dalam waktu dua jam saudara saudara! Waktu itu gue lagi konsentrasi penuh benerin bab 2 sambil toel toel bab 3. Jadi ya begitulah, gue kurang ngasih perhatian sama matkul satu ini. Hampir ga ada editing lol. Kata mba tici ini kaya cerita FTV wew. Entahlah ... but honestly, ini adalah tulisan yang gue bikin dengan perasaan paling bahagia. Berasa nulis blog waktu bikin cerpen ini haha. Baiklah silahkan dinikmati
Serabi Hollywood
Aku pusing. Pusing dan sangat pusing. Bukannya aku
tidak rela memberikan uangku untuk Delia dan ibunya. Toh delia juga tidak
memintaku untuk membantunya. Tapi hati nuraniku yang menyuruhku demikian. Masih
teringat jelas di benakku, wajah Delia yang layu dan tatapannya yang kosong.
Sebuah notifikasi muncul di layar. Ada pesan dari Maman.
“Bro kita berangkat dari Bandung besok
jam 5 pagi. Maneh[1]
teh udah siap ya jemput kita di stasiun.”
Aku menghela nafas. Sebuah kekecewaan muncul di
dadaku. Aku memiliki tiga sahabat bernama Dadang Sudadang, Maman Sumaman dan
Adri Bahsyah. Kami ini bisa dikatakan sebagai F4nya Indonesia. Masih ingat F4
kan, pastinya? Kumpulan empat cowok tampan dalam sebuah serial drama Taiwan
terkenal bernama Meteor Garden. Anda percaya? Tidak? Bagus … percayalah pada
Tuhan, jangan pada kami. Kami selalu melakukan segala hal bersama. Main,
belajar, hingga berjalan-jalan. Kami juga memiliki selera yang sama mulai dari
klub bola hingga band idola. Sayangnya, kebersamaan kami mulai dilanda badai
saat mendekat hari kelulusan SMA. Dadang dan Maman mantap melanjutkan
pendidikan di kota kembang, Adri berkelana ke timur jawa dan aku berkelana ke
Depok. Konser Maroon 5 ini menjadi momentum kembalinya kebersamaan kami. Kami memang
sudah menyukai Maroon 5 sejak SMP karena itulah kami sudah mulai mencari uang
dan menyisihkan uang jajan untuk bisa menonton konser band yang digawangi Adam
Levine itu suatu hari. Setelah melewati penantian panjang, keinginan kami
tercapai. Bulan Juni lalu sebuah promotor musik ternama di Indonesia. Betapa
gembiranya kami semua.
Hari ini adalah hari yang telah kami sepakati
bersama untuk membeli tiket Maroon 5 langsung dari kantor promotor yang
mendatangkan band ternama itu.Namun, sebuah hal yang tidak pernah aku pikirkan
sebelumnya terjadi. Delia, teman yang sejak dulu menyiksaku dengan menjulukiku
anak ambu mengalami sebuah musibah. Ayahnya yang merupakan anggota DPR
ditangkap KPK dan ibunya masuk rumah sakit karena diabetes. Aku tidak sengaja
bertemu Delia ketika ia sedang berada dalam perjalanan ke rumah sakit. Tidak
seperti biasanya, wajah Delia layu dan tatapannya kosong. Aku khawatir dan
mengikutinya ke rumah sakit. Aku baru tahu kalau ibu Delia masuk ke UGD setelah
sempat shock dan kadar gulanya
menurun drastis karena suaminya ditangkap KPK. Hal yang lebih parah adalah Delia
merupakan anak tunggal dan seluruh asset dan tabungan keluarganya dibekukan
KPK. Ia tidak punya uang sama sekali untuk membayar pengobatan ibunya. Temanku
ini begitu bingung. Paman dan bibinya sudah meminjamkan uang hingga sepuluh
juta namun ia masih memerlukan sekitar 1,5 juta lagi untuk memenuhi biaya
pengobatan ibunya. 1,5 juta … ya, jumlah yang sama dengan tiket konser kelas festival
Maroon 5. Aku bimbang. Aku bukan berasal dari keluarga kaya karena itu aku
menabung dari dulu untuk bisa membeli tiket konser Maroon 5. Sekarang
pertanyaannya adalah tegakah anda melihat teman anda yang selalu ceria
tiba-tiba ditimpa musibah dan berubah seratus persen? Hari itu menjadi menjadi
akhir pengharapanku menyanyikan she will
be loved bersama Adam Levine.
Aku
tersadar dari lamunanku. Aku buka handphone
dan mengetik sebuah pesan untuk Maman.
“Man,
maaf ya. Urang teh kayaknya ga jadi
nonton Maroon 5.”
Beberapa
menit kemudian datanglah telepon dari Dadang.
“Sep,
maneh seriusan ga jadi nonton Maroon
5? Maneh teh udah gila ya?” hardik
Dadang
“Urang[2]
serius dang. Uang urang habis buat
bantuin pengobatan ibu temen urang.”
Sesaat
hening. Lalu muncul suara Adri.
“Tapi
ini Maroon 5 Seeeep, Maroon 5! Kamu teh tega pisan.”
“Maaf
ya, tapi kalian masih bisa kok nginep di kos urang. Nanti urang anterin juga ke
kantor promotornya.”
Kata orang sahabat itu seperti daki, menempel erat
dengan tubuh. Seperti itulah F4 cabang bandung alias sahabat-sahabatku ini.
Mereka tetap datang ke Jakarta. Namun, bukan untuk menonton Maroon 5 melainkan
menemaniku menghabiskan malam saat ribuan M5 menyanyikan payphone di JCC. So sweet, ya?
“Eh
eh eh liat deh.” ucap Dadang
“Apaan
Dang?” sahutku
“Ini
ada lomba bisnis dengan hadiah utama mewakili Indonesia di ajang lomba
internasional yang akan diadakan di Stanford University, Amerika!” jawab Dadang
“Ya,
terus kenapa emangnya Dang?”
“Duuh
kalian ini gimana sih? Sekarang urang tanya. Stanford teh dimana?”
“Berlin.”
celetuk Maman
“Yee,
sejak kapan? Yang bener teh di Tokyo hahaha” sahut Adri sambil melakukan tos
dengan Maman.
“Heeuh
dasar anak gila maneh teh! Stanford itu di California.”
Adri
yang sedang mengobrol dengan pacarnya melalui BBM dan Maman yang sedang sibuk main
game online tiba-tiba menghentikan aktivitasnya begitupun aku.
“California??
Beuuh basecampnya Maroon 5 dong!”
“Ya
makanya. Terus ini liat deh. Peserta yang lolos akan mengikuti lomba dari
tanggal 3-4 April. Seluruh biaya akomodasi dan tiket pesawat ditanggung
penyelenggara. Peserta juga diperbolehkan melakukan city tour dengan tujuan
bebas pada tanggal 5 April. Nah coba cek man, ada nggak konser Maroon 5 tanggal
5 April.” Perintah Dadang
Maman
pun langsung membuka browser setelah
mendengar komando Dadang.
“Ada
dang tapi di Hollywood jam 7 malam.”
“Nah
ga masalah, Hollywood teh kan masih di California jadi masih memungkinlah untuk
dijangkau. Artinya kita masih bisa nonton konser Maroon 5.”
“Nonton
Maroon 5 di Amerika?? Gratis pula! Waaah! ” ucap Adri berapi-api
“Itu
juga dengan catatan kalo kita ikut lomba ini dan menang di tingkat nasional.”
Jelas Dadang
“Ga
masalah dang. Kata abah saya teh ada seribu jalan menuju Hollywood!”jawab Maman
“Ok,
jadi udah deal ya kita bakal ikut lomba ini. Masalahya teh sekarang kita mau
buat produk atau jasa apa nih buat lomba ini?”
“Tongtip
bro! Tongkat ngintip. Jadi ini teh inovasi dari tongsis, tongkat narsis yang
biasa dipake ABG ABG itu buat selfie[3].
Gunanya adalah ya .. untuk ngintip hahhaa” celetuk Adri ringan
“Wah
kalo gitu urang konsumen pertama deh
dri hahaha.” timpal Maman semangat
“Heiishh
dasar kalian teh otak mesum.” Hardik
Dadang
“Serius
dong … jadi apa nih? Nggak mungkin serabi
kan?” omelku
“Eh
tapi bisa juga sih sep. Asal
serabinya kita kasih inovasi. Jadi bukan serabi biasa.”
“Inovasinya
gimana? Serabi mah gitu-gitu aja kali
Dang. Masa mau dikasih es krim atau potongan daging gitu? Maneh teh aya-aya wae[4]” ucap
Maman
“Eh
eh! Itu juga bisa! Jadi serabinya kita bikin lebih tipis terus diselipin es
krim di dalemnya. Nah, untuk adonan dan semacamnya kan ada Asep Sukasep nih
yang ambunya adalah expert dalam biang perserabian. Gimana sep? Memungkinkan ga
sep kalo kita bikin produk kaya gitu?”
“Ya
memungkinkan aja sih. Seperti kata Dadang tadi, serabi ini kita bikin lebih
tipis. Nah, supaya bisa diberi isi kita buat dua lapis nanti teh kita bisa cari
adonan pelekatnya. Buat isian juga kita bisa isi saus buah seperti saus
strawberry, blueberry dan bahkan saus duren. Ide si maman tadi the bagus juga.
Jadi serabinya bisa kita kasih topping
daging atau jamur dan di dalamnya kita masukin keju Mozarella. Jadi pas digigit
bleesss”
“Dan
serabi ini kita buat supaya bisa dikemas juga. Jadi lebih praktis dan bisa
dibawa kemana-mana. Nanti kemasannya saya yang desain. Bisa kita masukin motif
batik atau pesan-pesan budaya lainnya”
“Siiip!
Udah oke banget nih ide kita. Masalahnya sekarang cuma satu.”
“Apa
tuh dang? Tanyaku
“Ini
proposalnya kan harus dibuat dalam bahasa Inggris, nah kalian ada nggak yang
bisa nerjemahin proposal.”
“Waduuuh,
berat mainannya bahasa Inggris. Maneh kan tau sendiri dang, urang hampir
diputusin si pira gara-gara ga bisa ngomong ‘ep’. Jangankan cas cis cus bahasa
Inggris, ngomong ‘ep’ aja urang setengah mati.” Sahut Maman
“Urang
teh bisa tapi ya ga jago.” Jawabku
“Dang,
ulah ngaliat ka urang. Urang teh hampir ga lulus UN gara-gara bahasa Inggris.”
jawab Adri
“Tok-tok-tok”
Tiba-tiba
ada yang mengetuk pintu kamarku
“Ya
sebentar …” sahutku
“Sep,
ada yang nyari kamu tuh di depan.” ucap Dimas, teman satu kosku
“Oh,
makasih ya mas.”
Aku langsung keluar untuk menyambut tamuku.
Aku membuka pintu dan tiba-tiba terlihat sosok yang tak asing bagiku.
“Eh,
Delia. Ada apa, ya?”
“Aseep.
Gue kesini buat ngucapin terima kasih sama lo karena kemarin lo udah bantuin
biaya administrasi nyokap gue. Gue denger dari Lita katanya itu uang buat
nonton konser Maroon 5 ya? Duh, maaf banget ya. gue jadi ngerepotin lo dan maaf
juga gue belum bisa balikin uang lo. Seperti yang lo tau semua tabungan gue
dibekuin sama KPK gara-gara kasus bokap gue.” ucap Delia panjang lebar.
“Gapapa
del, gue udah ikhlasin kok ga nonton Maroon
5 tahun ini. Mungkin emang belum rejeki gue hehe.”
Tiba-tiba pintu terbuka. Dadang, Maman dan Adri
jatuh tersungkur di depan pintu. Rupanya tanpa aku sadari mereka mencuri dengar
sambil mengintip dari tadi. Mereka bertiga hanya bisa tersenyum malu di depan
Delia.
“Heh
ngapain? Bikin malu aja kalian teh! Nih kenalin teman urang. Delia namanya.”
“Halo,
gue Delia tapi biasa dipanggil jelo.”
“Jelo?
Pasti nama depannya mau tau a … mau tau aje lo. Hahaha.” canda Adri
“Jelo
itu kalo kita mau ke warung pak Kusno dari rumah Adri. Lurus .. jelo kanan …
terus jelo kiri hahaha. timpal Maman
“Itu
belok bro! BELOK!” amukku.
“Saya
Dadang, ini teman saya Adri dan Maman.”
“Eh,
Delia teh jago bahasa Inggris ga?” tembak Adri
“Hemhh,
lumayan bisa sih. Dulu gue pernah tinggal di Aussie waktu SMA.”
“Wuiiih
canggih! Itu mah bukan jago lagi namanya.”
“Delia,
sorry to say nih, tapi Delia mau bantu kita ga nerjemahin proposal bisnis?”
tanya Dadang sopan
“Boleh
kok, boleh banget. Gue juga tertarik sama bisnis”
“Atau
gimana kalo Delia gabung di tim kita? Jadi gini, kita mau ikut lomba bisnis dan
anggota tim maksimal adalah lima orang. Nah kayaknya bakal lebih seru kalo
Delia gabung di tim kita.” celetuk Maman
“Wah,
asiik! Makasih ya udah diajak.” jawab Delia.
Hari itu juga kami langsung rapat, menyusun konsep
dan membuat proposal. Adri bertugas menyiapkan desain kemasan yang menarik,
Delia dan Dadang fokus pada penyusunan proposal sementara aku dan Maman
bertanggung jawab pada teknis produk. Keesokan harinya kami berangkat ke
Bandung untuk melakukan eksperimen serabi. Mentor kami adalah ambuku tercinta
dan laboraturium kami adalah dapur rumahku. Setelah mencoba berbagai teknik
membuat serabi dengan ide-ide kami akhirnya muncullah serabi-serabi inovatif
kami dengan rasa yang menggugah selera tentunya.
“Keren
bangeeet, bro!” puji Dadang
“Wiih
ini dia nih serabi Hollywood!” celetuk Adri.
“Serabi
Hollywood? Wah, namanya keren banget tuh. Bisa jadi filosofi dari pembuatan
serabi ini. Serabi Hollywood. Serabi lokal citarasa internasional.” jelas
Dadang
Tiga minggu kemudian F4 datang lagi ke Jakarta. Kami
dan Delia melakukan presentasi di depan juri. Awalnya kami ragu bisa menang
karena ide dari tim lainnya sungguh luar biasa. Namun berkat kerja keras,
semangat dan doa, kami memenangkan lomba ini. Hari ini mungkin akan jadi hari
yang tidak terlupakan bagi kami. Setelah gagal nonton Maroon 5 di Jakarta, kami
menginjakkan kaki di California. Dua hari kemarin otak kami diperas
habis-habisan untuk menampilkan yang terbaik demi nama baik Indonesia. Now,
it’s time to refreshing! Kami masih di dalam bus menuju Hollywood. Sebuah kotak
dengan desain batik dan rangkaian album Maroon 5 tertata cantik dipandang mata.
Ya ini dia, paket serabi Hollywood untuk bintang di Hollywood. Asep Sukasep,
Dadang Sudadang, Maman Sumaman, Adri Bahsyah dan Delia Armelita sudah sangat
siap melonjak-lonjak menyanyikan lagu One
More Night atau Misery. Hollywood, we’re
comiiiinggg!!