Oke ini adalah artikel yang saya buat sebagai tugas dari YDBP setelah mengikuti seminar dengan pembicaranya Om Pepeng. Siapa itu om Pepeng? Hemh mungkin temen-temen sekalian udah agak lupa lupa ya? Beliau adalah orang yang emmbawakan kuis jari-jareeeeeeee. Masih inget dong? Kebetulan banget sekarang kuis ini diputar kembali di staisiun TV yang sama walaupun sepertinya dengan konsep acara yang agak berbeda dengan pembawa acara yang tentunya juga berbeda. Artikel ini juga dapat diakses di website resmi ydbp.ui.ac.id
Well informed dan unskilled, begitu kata om Pepeng. Banyak sekali manusia seperti ini dan kebetulan sayapun merasa seperti itu. Well informed dalam kamus oxford berarti having or showing much knowledge about a wide range of subjects, or about one particular. Orang yang tergolong well informed ini biasanya pandai dan rajin mencari informasi. Relasi dan referensi adalah sesuatu yang mereka kejar pagi dan malam. Adalah sebuah kepuasan ketika target pengumpulan informasi dapat tercapai. Sayangnya, banyak orang mencapai titik maksimum kepuasan ketika sudah mendapat informasi. Hal inilah yang mengakibatkan mereka tidak pernah mengaplikasikan ilmunya tersebut. Manusia seperti ini ibarat motor 2 tak. Berlari cepat namun boros bahan bakar. Menghabiskan waktu berjam-jam mencari informasi, bertanya kesana-kesini pada relasi, tahu dengan baik seluk beluk mengenai kapan dan bagaimana mendapatkan informasi namun kemudian menaruhnya dalam kotak dan menyimpannya dalam lemari. Ironis memang, informasi, yang berarti ilmu, itu tidak pernah diasah, diaplikasikan apalagi dibagi. Karena itulah mereka kemudian tergolong orang-orang yang well informed namun unskilled. Menurut om pepeng, orang seperti ini adalah orang yang childish. Lalu apakah salah menjadi orang yang well informed? Tentu tidak. Banyak orang yang menggantungkan diri dari sekadar mencari informasi. Wartawan, peneliti, staf riset, dan masih banyak lagi. Hal yang membedakan mereka hanyalah satu poin sederhana, berbagi. Berbagi. sebuah konsep sederhana yang diajarkan bertahun-tahun, nyatanya masih menjadi hal yang sulit padahal berbagi adalah sebuah media memperkaya khazanah sekaligus melatih kemampuan mengaplikasikan sebuah konsep yang kita miliki.
Well informed dan unskilled, begitu kata om Pepeng. Banyak sekali manusia seperti ini dan kebetulan sayapun merasa seperti itu. Well informed dalam kamus oxford berarti having or showing much knowledge about a wide range of subjects, or about one particular. Orang yang tergolong well informed ini biasanya pandai dan rajin mencari informasi. Relasi dan referensi adalah sesuatu yang mereka kejar pagi dan malam. Adalah sebuah kepuasan ketika target pengumpulan informasi dapat tercapai. Sayangnya, banyak orang mencapai titik maksimum kepuasan ketika sudah mendapat informasi. Hal inilah yang mengakibatkan mereka tidak pernah mengaplikasikan ilmunya tersebut. Manusia seperti ini ibarat motor 2 tak. Berlari cepat namun boros bahan bakar. Menghabiskan waktu berjam-jam mencari informasi, bertanya kesana-kesini pada relasi, tahu dengan baik seluk beluk mengenai kapan dan bagaimana mendapatkan informasi namun kemudian menaruhnya dalam kotak dan menyimpannya dalam lemari. Ironis memang, informasi, yang berarti ilmu, itu tidak pernah diasah, diaplikasikan apalagi dibagi. Karena itulah mereka kemudian tergolong orang-orang yang well informed namun unskilled. Menurut om pepeng, orang seperti ini adalah orang yang childish. Lalu apakah salah menjadi orang yang well informed? Tentu tidak. Banyak orang yang menggantungkan diri dari sekadar mencari informasi. Wartawan, peneliti, staf riset, dan masih banyak lagi. Hal yang membedakan mereka hanyalah satu poin sederhana, berbagi. Berbagi. sebuah konsep sederhana yang diajarkan bertahun-tahun, nyatanya masih menjadi hal yang sulit padahal berbagi adalah sebuah media memperkaya khazanah sekaligus melatih kemampuan mengaplikasikan sebuah konsep yang kita miliki.
Menjadi well informed dan skilled adalah sebuah langkah
awal menuju sebuah perbaikan, bukan perbaikan satu RT, satu kelurahan apalagi
satu negara, hanya sebuah perbaikan diri, diri sendiri. Pernah
melihat 500 rupiah? 500 rupiah adalah satu satu variasi pecahan uang yang ada
di Indonesia. Perubahan bentuk dari waktu ke waktu adalah riwayat hidup 500
rupiah ini. 500 rupiah adalah nominal uang jajan sewaktu SD namun saat ini
nilai 500 rupiah sering dianggap sebelah mata. Saat anda
mendapat sebuah informasi, yang berarti sebuah ilmu, mari kita asumsikan bahwa
nilai anda adalah 500 rupiah. Anda merasa nyaman dengan informasi yang anda
miliki dan tidak berani berinvestasi mengambil resiko untuk mengaplikasikan
ilmu. Waktu berlalu, setahun, dua tahun, dan anda masih menjadi 500 rupiah saat
nilai riil anda sudah turun. Makanan ringan yang anda selalu beli dulu tak lagi
mampu anda beli. Begitupun hidup, saat anda mencari ilmu atau informasi, orang
lain masih diam. Anda selangkah lebih maju daripada mereka, namun sayangnya anda
memutuskan berhenti. Anda terkurung dalam sebuah zona nyaman, tak berani maju
dan tak suka mundur. Kemampuan bertahan yang seharusnya berevolusi menjadi
sebuah ketangguhan diri terbingkai dalam tembok tembok baja bernama zona
nyaman. Anda hanya menjadi orang yang ‘tahu’ dan bukan orang yang ‘mampu’. 24
jam adalah jatah waktu yang Tuhan berikan bagi kita. Mari lambatkan langkah
sesaat dan berkaca, apakah saya hanya akan menyimpan kotak informasi saya dalam
lemari? Apakah saya hanya akan meredam potensi saya dengan tidak berani
melangkah 1 cm pun dari zona aman saya? Apakah saya akan selalu mengikuti pola
dan tidak akan berani berimprovisasi dalam hidup? Apakah saya akan
memberhentikan diri dibalik garis pengaplikasian ilmu? Apakah selamanya saya
hanya dikenang mennjadi si tahu dan bukan si mampu? Menjadi 500 atau 5.000.000
adalah pilihan anda dan saya, pilihan kita.

0 komentar:
Posting Komentar